Sejarah Desa

SEJARAH DESA JATISARI KECAMATAN SENORI KABUPATEN TUBAN

Pada tahun 1892 terjadi peperangan antara Pajang dan Mataram, namun sebelum peperangan itu terjadi ada salah satu keluarga dari kerajaan pajang yaitu seorang wanita bernama Saidah Aisah yang tidak suka peperangan sehingga ia keluar dari pajang mencari ketentraman hidup sambil membawa barang dagangannya berupa grabah. Dalam perjalanan tersebut dia berhenti disatu tempat untuk mencari ketentraman kehidupan dan tempat itu oleh beliau diberi nama Jatisari dan Jatileres, Jatisari punya arti bahasa jawa urip sing sejati, Jatileres punya arti bahasa jawa urip sing bener, pengertian dari nama desa tersebut adalah Saidah Aisah telah menemukan kehidupan yang sejati/ hakiki dan kehidupan yang benar sehingga beliau bisa membedakan antara kehidupan dan perilaku yang hak dan yang batil.
Kemudian pada waktu Bupati Ciro Sumo ada sayembara barang siapa yang bisa mengalahkan Noyo Gimbal akan diberi hadiah sepertiga Tuban yang meliputi Parengan, Singgahan dan Senori, akhirnya sayembara itu didengar oleh adik Saidah Aisah yang bernama Kendil Wesi, bertemulah Kendil Wesi dengan kakak tuanya sekaligus minta restu akan mengikuti sayembara karena Noyo Gimbal seorang pendekar yang sudah teruji kejadukannya. Pertengkaran adu kesaktian dan kejadukan itu dimenangkan oleh Kendil Wesi sekaligus menerima hadiah dari Bupati Ciro Sumo berupa sepertiga wilayah Tuban (Parengan, Singgahan dan Senori).
Tahun berikutnya wilayah kekuasaan di desa Jatisari diteruskan menantunya Kendil Wesi yang mengistri Legis.
Makam Saidah Aisah sampai sekarang berada di dusun Jatileres desa Jatisari yang mana oleh masyarakat setempat makam tersebut banyak dikunjungi oleh masyarakat yang mempunyai keyakinan bahwa beliau adalah termasuk waliyullah, sehingga setiap tahun diadakan ritual, konon cerita masyarakat tempat ini sangat kramat dengan bukti seorang pejabat masuk makom dengan memakai celana maka berakibat jabatannya lenser. Acara ritual tersebut oleh kepala desa sampai sekarang masih berjalan dengan rangkaian acara hari pertama paginya shodakoh (membawa ambeng ayam panggang) yang dipimpin ritual do’a mudin, rangkaian acara berikutnya tahtimul qur’an dan tahlil, hari kedua wayang kulit dengan biaya swadaya dari masyarakat penduduk Jatisari dengan dalan turun temurun yaitu dalan Ki Dalang Sakim sampai Ki Dalang Manteb Gunawan.
Perjalanan pemerintahan berikutnya datanglah dua bersaudara yang bernama Carik Konto dan Poyo. Kedua bersaudara tersebut seorang yang kayaraya dengan mengemban misi Dakwah Islam, namun hambatan begitu berat sehingga beliau mendatangkan seorang yang ahli ilmu agama (Kyai) bernama Malikul Khusna dari Sedan Rembang Jawa Tengah sehingga dengan kedatangan seorang yang ahli ilmu agama tersebut perkembangan Islam di desa Jatisari sangat pesat, dengan menurunkan generasi-generasi dari keluarganya yaitu : Ki Haji Joned sampai Ki Haji Minanurrohman dan Ki Haji Makmun.
Generasi berikutnya Carik Konto dan Poyo menurunkan Putra diantaranya H. Abdul Rohman beliau mendapatkan harta peninggalan yang banyak untuk gunakan meneruskan perjuangan misi dakwah ayahnya dengan mengambil menantu seorang yang ahli di bidang agama yaitu Ki Haji Nursalim, dari Weden Bangilan selain itu juga mengambil menantu H. Sahid yang mengambil menantu H. Mashuri dari Lasem Rembang Jawa Tengah yang sama-sama ahli di bidang ilmu agama.
Sejarah Pemerintahan Desa :
·Perjalanan pemerintahan semula di desa Jatisari terdapat dua Kepala Desa yaitu Kepala Desa Jatisari dan Kepala Desa Jatileres. Kepala Desa Jatisari bernama Karan Pak Wage, sedangkan Kepala Desa Jatileres bernama Min (ayah dari H. Umar). Perjalanan pemerintahan tersebut dengan dua Kepala Desa berakhir pada tahun 1921.
·Jahet masa pemerintahan tahun 1921-1949
·AK. Soechaemi masa pemerintahan tahun 1949-1966
·Pj. Carik Suep masa pemerintahan tahun 1966-1968
·Chundlori masa pemerintahan tahun 1968-1990
·Mu’allim masa pemerintahan tahun 1991-2007
·Nanang Dian Ashari SE masa pemerintahan tahun 2007-2013
·Wahyu Setiawan,SE masa pemerintahan tahun 2013 sampai sekarang